4. safety
Pengertian
ataupun disebut definisi Safety adalah usaha untuk menurunkan suatu resiko
(risk)pekerjaan menjadi minim resiko, sesuai dengan hak dasar setiap
orang/pekerja yaitu mengarah pada keselamatan dan kesehatan sebagai hak setiap
orang.
Menurut Suma’mur (2001, p.104),
keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk
menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja
di perusahaan yang bersangkutan.
Menurut Simanjuntak (1994), Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja .
Mathis dan Jackson (2002, p. 245), menyatakan bahwa Keselamatan adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.
Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000, p.6), mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.
Jackson (1999, p. 222), menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja menunjukkan kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.
Menurut Mangkunegara (2002, p.170), bahwa indikator penyebab keselamatan kerja adalah:
a) Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:
1. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang kurang diperhitungkan keamanannya.
2. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak
3. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
b) Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:
1. Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
2. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik Pengaturan penerangan.
Tujuan Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja :
Secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai kejadian yang tidak dapat diduga. Kecelakaan kerja dapat terjadi karena kondisi yang tidak membawa keselamatan kerja, atau perbuatan yang tidak selamat. Kecelakaan kerja dapat didefinisikan sebagai setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Berdasarkan definisi kecelakaan kerja maka lahirlah keselamatan dan kesehatan kerja yang mengatakan bahwa cara menanggulangi kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan unsur penyebab kecelakaan dan atau mengadakan pengawasan yang ketat. (Silalahi, 1995)
Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengungkapkan sebab-akibat suatu kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat dilakukan atau tidak.
Menurut Mangkunegara (2002, p.165) bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin.
c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.
g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja
Menurut Simanjuntak (1994), Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja .
Mathis dan Jackson (2002, p. 245), menyatakan bahwa Keselamatan adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.
Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000, p.6), mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.
Jackson (1999, p. 222), menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja menunjukkan kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.
Menurut Mangkunegara (2002, p.170), bahwa indikator penyebab keselamatan kerja adalah:
a) Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:
1. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang kurang diperhitungkan keamanannya.
2. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak
3. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
b) Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:
1. Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
2. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik Pengaturan penerangan.
Tujuan Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja :
Secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai kejadian yang tidak dapat diduga. Kecelakaan kerja dapat terjadi karena kondisi yang tidak membawa keselamatan kerja, atau perbuatan yang tidak selamat. Kecelakaan kerja dapat didefinisikan sebagai setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Berdasarkan definisi kecelakaan kerja maka lahirlah keselamatan dan kesehatan kerja yang mengatakan bahwa cara menanggulangi kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan unsur penyebab kecelakaan dan atau mengadakan pengawasan yang ketat. (Silalahi, 1995)
Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengungkapkan sebab-akibat suatu kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat dilakukan atau tidak.
Menurut Mangkunegara (2002, p.165) bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin.
c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.
g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja
5.
Moral
Moral kerja adalah predisposisi yang mempengaruhi kemauan,
persaan dan pikiran untuk bekerja dan berupaya mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sebaik-baiknya. Moral kerja mengarah pada interaksi karyawan dengan
keseluruhan lingkungan kerjanya. Awal terbentuknya moral kerja berawal dari
adanya persepsi pegawai terhadap situasi didalam organisasi secara keseluruhan.
Dan moral kerja mempengaruhi skill atau kempuan dari pekerja itu sendiri,
dengan moral kerja yang baik, pekerja mempunyai kemauan untuk berkembang lebih
baik lagi dari sebelumnya yang pada akhirnya buakan hanya untuk kebaikannya
sendiri tapi juga untuk perusahaan
Benge 1976;40 mengemukakan terdapat 3
faktor yang menentukan terbentuknya moral kerja:
1.
Aspek
sikap terhadap pekerjaan
Merupakan sikap pekerja
secara umum terhadap aspek-aspek yang meliputi jenis-jenis pekerjaan, kemampuan
untuk melakukan pekerjaan, suasana lingkungan kerja, hubungan dengan rekan
sekerja, serta sikap terhadap imbalan yang diterima.
2.
Aspek
sikap terhadap atasan
Sikap terhadap atasan dapat
dipengaruhi oleh bagaimana perlakuan atasan terhadap karyawan, cara menangani
keluhan pekerja,cara penyampaian informasi, perancangan tugas, tindakan,
pendisiplinan kerja, dan bagaimana pandangan pekerja terhadap kemampuan atasannya
dalam melaksanakan tugas.
3.
Aspek
sikap terhadap perusahaan
Sikap terhadap perusahaan
atau organisasi dipengaruhi oleh kebijakan yang berlaku, pemenuhan kebutuhan
pekerja, perbandingan dengan perusahaan lain, citra perusahaan, semangat
kelompok dengan pihak atasan
“Pengembangan pegawai ialah suatu usaha yang ditujukan untuk
memajukan pegawai, baik dari segi karir, pengetahuan, maupun kemampuan.”
(Moenir, 1987:160). Pengembangan karyawan adalah suatu usaha yang penting dalam
organisasi karena akan memajukan dan mengembangkan organisasi tersebut.
karyawan yang bermutu adalah mereka yang mempunyai kecakapan dan kemampuan
untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dibebankan kepadanya serta dapat
memelihara dan meningkatkan kecakapan dan kemampuannya. Pendidikan meningkatkan
keahlian teoritis, konseptual dan moral karyawan, sedangkan pelatihan bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan teknis pelaksanaan dan pekerjaan karyawan. Pada
prinsipnya pengembangan adalah peningkatan kualitas dan kemampuan kerja
karyawan. “Pendidikan adalah segala usaha untuk membina kepribadian dan
mengembangkan kemampuan manusia, baik jasmaninya maupun rohaninya, yang
berlangsung seumur hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah. Latihan adalah
bagian pendidikan yang berhubungan dengan proses belajar untuk memperoleh dan
meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu
relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada
teori.” (Inpres no. 15 dalam Hasibuan, 2000:69).
3.2
TUJUAN PENGEMBANGAN KARYAWAN
Tujuan pengembangan karyawan adalah
:
a.
Produktivitas kerja karyawan yang
semakin meningkat, kualitas dan kuantitas produksi semakin baik, karena
technical skill, human skill, dan managerial skill karyawan meningkat.
b.
Meningkatkan efisiensi tenaga,
waktu, bahan baku, dan mengurangi penyusutan mesin dan kecelakaan kerja.
c.
Meningkatkan pelayanan (service)
yang lebih baik dari karyawan kepada konsumen atau pelanggan.
d.
Meningkatkan moral dan kesadaran
karyawan. Moral berkaitan dengan sikap dan perasaan yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor dalam lingkungan kerja. Perlakuan manajer, reputasi organisasi,
upah yang layak, jaminan kesehatan dan keselamatan kerja, keakraban dan suasana
gembira terhadap semua karyawaan merupakan faktor penting dalam menentukan
moral karyawan. Tingkat produksi yang dihasilkan sangat dipengaruhi faktor ini
dibandingkan faktor lainnya. Suasana kerja yang tidak menyenangkan, sering
terjadinya pelanggaran peraturan, tidak adanya perhatian perusahaan terhadap
karyawan akan mengakibatkan moral dan etos kerja rendah.
e.
Memberikan kesempatan kepada
karyawan untuk meningkatkan karirnya (promosi) dan mengurangi kejenuhan
terhadap suatu pekerjaan (mutasi).
f.
Meningkatkan keterampilan
konseptual, terutama dalam menentukan kebijakan atau mengambil keputusan,
karena technical skill, human skill, dan managerial skillnya lebih baik.
g.
Meningkatkan balas jasa (gaji, upah,
insentif) karyawan yang ditunjang dengan peningkatan prestasi kerja.
Selain itu tujuan penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan dalam suatu organisasi, menuruit Drs. A.s. Moenir,
dalam bukunya Pendekatan Manusiawi Dan Organisasi Terhadap Pembinaan
Kepegawaian, ialah : Ø Memelihara dan meningkatkan kecakapan dan kemampuan dalam
menjalankan tugas atau pekerjaan, baik pekerjaan lama maupun baru, dari segi
peralatan ataupun metoda. Ø Menyalurkan keinginan pegawai untuk maju dari segi
kemampuan, dan memberikan rasa kebanggaan kepada mereka.
MORAL KERJA DAN PRODUKTIVITAS KERJA
Pembahasan tentang moral kerja
dan produktivitas kerja dimaksudkan sebagai komponen pelengkap dalam rangka
realisasi administrasi pendidikan dan kepemimpinan pendidikan yang efektif.
Masalah produktivitas kerja dalam
suatu organisasi merupakan factor yang penting terutama bilamana dihubungkan
dengan masalah penggunaan sumber kerja sebagai in-put baik berupa
material, personal, waktu maupun tenaga dan pikiran. Produktivitas kerja itu
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain berkenaan dengan metode/ cara
kerja, alat-alat, ketrampilan/ keahlian personal, termasuk di dalamnya fakor
moral kerja dari personal yang dijalankan pekerjaan itu. Bagian teakhir dari
uraian diatas menunjukkan betapa pentingnya faktor manusia sebagai subyek yang
mengelola suatu pekerjaan, guna mencapai hasil (product) yang
sebesar-besarnya dalam suatu bidang tertentu melalui usaha kerjasama manusia.
Uraian selanjutnya bermaksud
mengetengahkan korelasi antara moral kerja karyawan pendidik dengan
produktivitas kerja masing-masing di bidang pendidikan guna memberikan dukungan
yang positif pada usaha pencapaian tujuan pendidikan.
A.
Pengetrian Moral Kerja
Perkataan moral berasal dan bahasa
Inggris morale yang kerap kali dipertentangkan dnegan perkataan “amoral”
dan “immoral”. Bilamana perkataan moral dipertentangkan dengan amoral akan
berarti terdapat batas baik dan buruk dan suatu sifat, maksud, keutusan dan
perbuatan. Disatu pihak terdapat sifat, maksud, keputusan dan perbuatan yang baik
dalam anti memnuhi tuntutan moral, sedang dipihak lain kebalikannya terdapat
sifat, maksud, keutusan atau perbuatan yang buruk (amoral).
Bilamana moral di dipertentangkan
dengan perkataan immoral berarti terdapat suatu pola kebaikan atau kebenaran
yang merupakan kewajiban dan sebaliknya terdapat pola keburukan atau kesalahan
yang harus dihindari.
Untuk memberikan gambaran tentang
pengertian moral yang dipergunakan dalam terminology “moral kerja” di bawah ini
dikemukakan suatu pendapat yang berbunyi sebagai berikut :
“Moral adalah suasana batin yang
mempengaruhi tujuan individu dan tujuan organisasi”. Suasana batin itu terwujud
di dalam aktivitas individu padaa saat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
Suasana batin dimaksud berupa perasaan senang atau tidak senang, bergairah atau
tidak bergairah dan bersemangat atau tidak bersemangat dalam melakukan suatu
pekerjaan.
Moral kerja yang tinggi merupakan
dorongan bagi terciptanya usaha berpartisipasi secara. maksimal dalam kegiatan
organisasi/ kelompok, guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi tinggi rendahnya moral kerja seseorang. Dalam kegiatan
administrasi dan kepemimpinan pendidikan, moral kerja yang tinggi dari setiap
personal yang terlibat di dalamnya, merupakan faktor yang menentukan bagi
tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Diantara berbagai faktor itu, di bawah
ini akan dikemukakan beberapa, sebagai berikut
- Sebahagian orang memandang bahwa minat/ perhatian terhadap pekerjaan berpengaruh terhadap moral kerja. Bilamana seseorang merasa bahwa minat/perhatiannya sesuai dengan jenis dan sifat pekerjaan yang dilakukan maka akan memiliki moral kerja yang tinggi.
- Sebahagian lainnya menempatkan faktor upah atau gaji penting dalam meningkatkan moral kerja. Upah atau gaji yang tinggi dipandang sebagai faktor yang dapat mempertinggi moral kerja.
- Disamping itu ada kelompok orang yang memandang faktor status social dari pekerjaan dapat mempengaruhi moral kerja. Pekerjaan yang dapat memberikan status soail atau posisi yang tinggi/ baik (misalnya, sebagai kepala, staf pimpinan, kepala bagian dan sebagainya) menurut kelompok ini akan mempertinggi moral kerja.
- Sekelompok lain memandang tujuan yang mulai atau pekerjaan yang mengandung pengabdian merupakan faktor yang dapat mempertinggi moral kerja. Tujuan dan sifat pengabdian diri dalam suatu pekerjaan mengakibatkan seseorang bersedia menderita, berkorban harta benda dan bahkan jiwanya demi terwujudnya pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
- Kelompok terakhir memandang faktor suasana kerja dan hubungan kemanusiaan yang baik, sehingga setiap orang merasa diterima dan dihargai dalam kelompoknya dapat mempertinggi moral kerja.
Tinggi rendahnya moral kerja sangat
berpengaruh pada produktivitas kerja yang dapat dicapai oleh seorang petugas
dalam bidang kerja tertentu. Moral kerja yang tinggi dari karyawan pendidikan
termasuk guru-guru dimanifestasikan pada kreativitas dan inisiatif dalam
menyelenggarakan pekerjaan sehari-hari. Disamping itu produktivitas kerja
dibidang pendidikan pada dasarnya diukur dari kelancaran proses pendidikan itu,
karena secara kuantitatif hasilnya memerlukan waktu yang relative lama. Di
samping itu hasil pendidikan tidak sekedar harus diukur secara kuantitatip,
karena sifat pekerjaan yang disebut pendidikan terutama ditujukan pada
pembentukan kualitas manusiawi yang pada dasarnya bersifat abstrak.
B.
Hubungan Moral Kerja dan Motif
Dalam melakukan suatu pekerjaan atau
perbuatan yang bersifat sadar, seseorang selalu didorong oleh motif tertentu,
baik yang obyektif maupun subyektif. Motif atau dorongan dalam melakukan
sesuatu pekerjaan itu sangat besar pengaruhnya terhadap moral kerja. Seseorang
bersedia melakukan sesuatu pekerjaan bilamana motif yang mendorongnya cukup
kuat yang pada dasarnya tidak mendapat saingan atau tantangan dari motif lain
yang berlawanan. Demikian pula sebaliknya orang lain yang tidak didorong oleh
motif yang kuat akan meninggalkan atau sekurang-kurangnya tidak bergairah dalam
melakukan sesuatu pekerjaan.
Semua faktor yang telah disebutkan
di atas pada dasarnya merupakan bentuk-bentuk motif yang mendorong seseorang
melakukan pekerjaannya secara sungguh-sungguh. Dalam hubungan itu dapat
dibedakan dua jenis motif, yakni
- Motif intrinsik, yakni dorongan yang terdapat dalam pekerjaan yang dilakukan. Misalnya; bekerja karena pekerjaan itu sesuai dengan bakat dan minat, dapat diselesaikan dengan baik karena memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menyelesaikannya dan lain-lain.
- Motif ekstrinsik, yakni dorongan yang berasal dan luar pekerjaan yang sedang dilakukan. Misalnya; bekerja karena upah atau gaji yang tinggi mempertahankan kedudukan yang baik, merasa mulia karena pengabdian dan sebagainya.
Motif intrinsik dan ekstrinsik
bersumber dari tiga teori motif, sebagai berikut
- Teori psikoanalisa, yang menekankan pada pengalaman masa kanak-kanak sebagai motif yang dapat dan selalu mendorong seseorang melakukan sesuatu perbuatan. Orang merasa senang dan puas melakukan sesuatu pekerjaan karena pengaruh masa lampaunya. Misalnya orang yang puas bekerja pada bidang yang tidak menuntut tanggung jawab, mungkin karena pengaruh masa lampaunya dimana yang bersangkutan tidak pernah mendapat kesempatan untuk bertanggung jawab atas perbuatannya karena selalu terlindung oleh orang tua, terlalu tergantung pada orang tua dan sebagainya.
- Teori Gestalt Lewin, yang menekankan pada pengaruh kekuatan situasi yang sedang dihadapi oleh seseorang. Perasaan senang dan puas mengerjakan sesuatu disebabkan oleh karena dengan pekerjaan itu yang bersangkutan dapat menyelesaikan problema yang dihadapinya. Misalnya; seseorang terdorong untuk bekerja dengan baik karena memperoleh upah yang tinggi sehingga dapat mencukupi kebutuhan material hidupnya, yang tidak akan diperolehnya jika bekerja di bidang lain. Situasi masyarakat pada saat itu menempatkan penilaian jumlah materi yang dimiliki seseorang sebagai ukuran kemuliaan atau kebahagiaan hidup.
- Teori Allport, yang menekankan pentingnya kekuasaan “AKU” dalam melakukan suatu pekerjaan. Seseorang merasa terdorong melakukan pekerjaan karena orang tersebut mendapat kesempatan mengatur, menguasai, memerintah orang lain. Orang yang bersangkutan merasakan AKU berperanan dan berkuasa sehingga dapat mewujudkan kehendak dan cita-cita di dalam suatu pekerjaan dengan menggunakan orang lain sebagai alat.
Sepanjang motif pendorong menurut
ketiga teori itu bersifat wajar dan obyektif sehingga seseorang melakukan suatu
pekerjaan, maka motif itu dapat menjadi motif intrinsik atau ekstrinsik yang
positif bagi pengembangan moral kerja, sebaliknya bilamana bersifat
berlebih-lebihan sehingga tidak wajar, baik bersifat ekstrim kurang maupun
lebih, maka akan menjadi motif intrinsic yang negatif dan subyektif bagi
pembinaan moral kerja. Dalam hal yang terakhir, sepanjang tidak merugikan
usaha-usaha kerjasama/ organisasi terutama dalam peningkatan produktivitas
kerja masih mungkin untuk dimanfaatkan.
Produktivitas dapat diartikan
sebagai perbandingan antara hasil yang diperoleh (out-put) dengan jumlah
sumber kerja yang dipergunakan sebagai in-put.
Tingkat produktivitas kerja itu dalam bidang perekonomian dapat dinyatakan
secara eksak berupa angka-angka yang menunjukkan perbandingan antara modal dan
produksi.
C.
Kesimpulan
Moral adalah suasana batin yang
mempengaruhi tujuan individu dan tujuan organisasi. Suasana batin itu terwujud
di dalam aktivitas individu pada saat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
Suasana batin dimaksud berupa perasaan senang atau tidak senang, bergairah atau
tidak bergairah dan bersemangat atau tidak bersemangat dalam melakukan suatu
pekerjaan.
Motif intrinsik, yakni dorongan yang
terdapat dalam pekerjaan yang dilakukan. Misalnya; bekerja karena pekerjaan itu
sesuai dengan bakat dan minat, dapat diselesaikan dengan baik karena memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam menyelesaikannya dan lain-lain.
Motif ekstrinsik, yakni dorongan
yang berasal dan luar pekerjaan yang sedang dilakukan. Misalnya; bekerja karena
upah atau gaji yang tinggi mempertahankan kedudukan yang baik, merasa mulia
karena pengabdian dan sebagainya.
Produktivitas dapat diartikan
sebagai perbandingan antara hasil yang diperoleh (out-put) dengan jumlah
sumber kerja yang dipergunakan sebagai
in-put.
Pengertian produktivitas pada dasarnya mencakup sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa kehidupan di hari lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari baik dari hari ini (Sinungan, 1985 : 12). Secara teknis produktivitas adalah suatu perbandingan antara hasil yang dicapai (out put) dengan keseluruhan sumber daya yang diperlukan (in put). Produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran tenaga kerja persatuan waktu (Riyanto, 1986 : 22).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa produktivitas kerja adalah kemampuan karyawan dalam berproduksi dibandingkan dengan input yang digunakan, seorang karyawan dapt dikatakan produktif apabila mampu menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan diharapkan dalam waktu yang singkat atau tepat.
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja
Untuk mencapai produktivitas yang tinggi suatu perusahaan dalam proses produksi, selain bahan baku dan tenaga kerja yang harus ada juga didukung oleh faktor – faktor sebagai berikut :
1) Pendidikan
2) Keterampilan
3) Sikap dan etika kerja
4) Tingkat penghasilan
5) Jaminan sosial
6) Tingkat sosial dan iklim kerja
7) Motivasi
8) Gizi dan kesehatan
9) Hubungan individu
10) Teknologi
11) Produksi.
(Ravianto, 1985 : 139).
Pengukuran Produktivitas Kerja
Pengukuran produktivitas kerja sebagai sarana untuk menganalisa dan mendorong efisiensi produksi. Manfaat lain adalah untuk menentukan target dan kegunaan, praktisnya sebagai standar dalam pembayaran upah karyawan. Untuk mengukur suatu produktivitas dapat digunakan dua jenis ukuran jam kerja manusia yakni jam – jam kerja yang harus dibayar dan
jam – jam kerja yang harus dipergunakan untuk bekerja
Ada dua macam alat pengukuran produktivitas, yaitu :
a. Physical productivity, yaitu produktivitas secara kuantitatif seperti ukuran (size), panjang, berat, banyaknya unit, waktu, dan biaya tenaga kerja.
b. Value productivity, yaitu ukuran produktivitas dengan menggunakan nilai uang yang dinyatakan dalam rupiah, yen, dollar dan seterusnya.
(Ravianto, 1986 : 21).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar